Temu Batu
dipilih tempat dipilih waktu
buat para batu bertemu
disepuh angin lima penjuru
pasak muka untung beradu
di jejakmu yang memberat
akankah bisa kutemu pahat?
sedang akar-akar mencuat dari tanah
dan berpilin di kakiku
membuat langkah jadi penat
kau masih juga membuhul riwayat jadi urat
menulisnya dalam lembaran yang mesti
tersampaikan sebagai pesan:
jika aku pemulung kata
canggung diapung ombak
terkilir dipanggul gunung
sementara kau hanya batu
diam di mata pahat, mataku
yang minta sekerat nasihat?
bumi jadi kian tinggi
di lembah cadas sepi
kau undang angin-angin menari
kau sulap kerikil-kerikil gagu jelma
patung dewa dipuja dipuji
tapi kulihat sebaris igau bakal pecah
di perut mimpi
seperti ukiran tanah liat
takut dipahat
apalagi tertusuk duri
dipilih tempat dipilih waktu
menjamu batu lima penjuru
Kandangpadati, 2008
Kampung Kusir
seikat rumput dan seteguk kabut
telah cukup bagiku untuk
membangun istana dengan ringkik kuda
meski kadang sedenting besi
adalah ngiang pengundang mimpi
di malam-malam sepi
aku tidak memilih jalan sebagai pacuan
meski kadang setangkup angin
adalah doa yang bertahun terlempar
sebagai harap
agar para penumpang dapat bersabar
di antara getar roda kayu
dan sentakan tali kekang
aku memang cukup puas
menjadi penghuni kampung
yang setiap pagi mesti terjaga
memilih rumput
dengan seteguk kabut
dari ngiangan ringkik kuda
Kandangpadati, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar