Minggu, 15 Februari 2009

Sajak-sajak Budi P Hatees

SUARA PEMBARUAN, Minggu 15 Pebruari 2009

Sajak-Sajak Budi P Hatees

Ingin Aku Pahat Sebuah Rumah

: sri nurmawarni hutasuhut

untukmu, ingin aku pahat sebuah rumah

tak terlalu megah

pintu dan jendela senantiasa terbuka

hingga matahari terbit masuk sesukanya

menghangatkan segala yang dingin di hatimu

dan angin semilir menggiring burung-burung

datang membangun sarang

kicau mereka akan mengkristal

jadi nyanyian dalam hidupmu

betapa riuh betapa riang

sedang aku akan menjaga rumput liar

tak tumbuh di halaman rumahmu

dan rayap-rayap tak menggerogoti perabotan

untukmu, ingin aku pahat sebuah rumah

aku nyalakan sebuah lampu abadi di ruang tamu

hingga rumahmu selalu bercahaya

dan orang-orang dari tempat rantau

singgah karena terpukau

mereka akan meminta izinmu

untuk menetap dan menyalakan lampu lain

di hatimu

Sipirok, xii - 2008

u

Sungai Inang

pada lekuk-lekuk sungaimu, aku berenang

ke dalam lubuk dan palung

hatimu. menangkap ikan bersisik kemilau dan melepasnya

di aliran sungai dalam diriku

Sipirok, xii - 2008

u

Ziarah ke Danau Siais

di riak-riak airku,

di lembut rambut-rambut lumutku,

di pagi yang hibuk

pada sebongkah perahu melapuk

ia berziarah tanpa kembang

menyusuri jejak-jejak yang tak lekang

sebelum burung-burung rantau datang,

membangun sarang

di lereng bukit-bukit,

membuat pepokok kayu tampak sakit

terkelupas hingga kambium yang bisu

pada perahu lapuk itu:

ini kendaraan para raja di pesisir

dikayuh mengejar mimpi yang berdesir

pada hulu sungai,

sebuah negeri yang sesungguhnya tak pasti,

yang pecah dari tudung-tudung akar

dan sampai ke hilir bagai api membakar

ia menghitung tunggul-tunggul kayu

dan matanya menatap sayu

pepokok yang rebah ditugal gelombang

dan secuil amarah dialamatkan kepada para moyang

pada riak-riak air angin mendesir

di tempat ikan-ikan berenang nyinyir

bermain rambut-rambut lumut

dan di darat, retakan tanah gambut

bongkahan bebatuan cadas

terkelupas

"di sini tak pernah ada emas,

hanya cemas

kepada sesuatu yang cepat berubah

serupa mengarami luka".

di tanah keramat,

di sulur-sulur angin ketika senja merambat,

ia rasakan dingin teramat

serupa kekata yang menyengat

dalam percakapan orang-orang yang datang

menorehkan luka lain seperti dilakukan moyang

membangun wisata, menggali emas

segalanya akan berakhir sebagai cemas:

kanak-kanak mengasah pisau,

untuk perburuan

sampai larut mendesau

tak henti getarnya hingga penemuan

ia menziarahiku seperti bersebadan

mengharapkan lahir secuil harapan

tak datang lagi orang-orang untuk membuka ladang

membangun sarang, merubuhkan popokok kayu hingga petang

serupa merapal mantra

dengan rajah

hai, kau yang berziarah

usah resah

Sipirok, x-2008


Last modified: 13/2/09

Tidak ada komentar:

Posting Komentar