Sajak-Sajak Budi P Hatees
Ingin Aku Pahat Sebuah Rumah
: sri nurmawarni hutasuhut
untukmu, ingin aku pahat sebuah rumah
tak terlalu megah
pintu dan jendela senantiasa terbuka
hingga matahari terbit masuk sesukanya
menghangatkan segala yang dingin di hatimu
dan angin semilir menggiring burung-burung
datang membangun sarang
kicau mereka akan mengkristal
jadi nyanyian dalam hidupmu
betapa riuh betapa riang
sedang aku akan menjaga rumput liar
tak tumbuh di halaman rumahmu
dan rayap-rayap tak menggerogoti perabotan
untukmu, ingin aku pahat sebuah rumah
aku nyalakan sebuah lampu abadi di ruang tamu
hingga rumahmu selalu bercahaya
dan orang-orang dari tempat rantau
singgah karena terpukau
mereka akan meminta izinmu
untuk menetap dan menyalakan lampu lain
di hatimu
Sipirok, xii - 2008
u
Sungai Inang
pada lekuk-lekuk sungaimu, aku berenang
ke dalam lubuk dan palung
hatimu. menangkap ikan bersisik kemilau dan melepasnya
di aliran sungai dalam diriku
Sipirok, xii - 2008
u
Ziarah ke Danau Siais
di riak-riak airku,
di lembut rambut-rambut lumutku,
di pagi yang hibuk
pada sebongkah perahu melapuk
ia berziarah tanpa kembang
menyusuri jejak-jejak yang tak lekang
sebelum burung-burung rantau datang,
membangun sarang
di lereng bukit-bukit,
membuat pepokok kayu tampak sakit
terkelupas hingga kambium yang bisu
pada perahu lapuk itu:
ini kendaraan para raja di pesisir
dikayuh mengejar mimpi yang berdesir
pada hulu sungai,
sebuah negeri yang sesungguhnya tak pasti,
yang pecah dari tudung-tudung akar
dan sampai ke hilir bagai api membakar
ia menghitung tunggul-tunggul kayu
dan matanya menatap sayu
pepokok yang rebah ditugal gelombang
dan secuil amarah dialamatkan kepada para moyang
pada riak-riak air angin mendesir
di tempat ikan-ikan berenang nyinyir
bermain rambut-rambut lumut
dan di darat, retakan tanah gambut
bongkahan bebatuan cadas
terkelupas
"di sini tak pernah ada emas,
hanya cemas
kepada sesuatu yang cepat berubah
serupa mengarami luka".
di tanah keramat,
di sulur-sulur angin ketika senja merambat,
ia rasakan dingin teramat
serupa kekata yang menyengat
dalam percakapan orang-orang yang datang
menorehkan luka lain seperti dilakukan moyang
membangun wisata, menggali emas
segalanya akan berakhir sebagai cemas:
kanak-kanak mengasah pisau,
untuk perburuan
sampai larut mendesau
tak henti getarnya hingga penemuan
ia menziarahiku seperti bersebadan
mengharapkan lahir secuil harapan
tak datang lagi orang-orang untuk membuka ladang
membangun sarang, merubuhkan popokok kayu hingga petang
serupa merapal mantra
dengan rajah
hai, kau yang berziarah
usah resah
Sipirok, x-2008
Last modified: 13/2/09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar