Kamis, 15 Januari 2009

Sajak-sajak AD Donggo

Suara Pembaruan, Minggu 23 Mei 2008
Sajak AD Donggo



Aku Tersentak

Aku tersentak ketika kau
Tiba-tiba bicara tentang tragedi
Tatkala bumi Indonesia
Yang sangat kita cintai ini
Sedang diliputi oleh berbagai
Tanda-tanda yang sulit diterka
Apakah tanah dan air sedang
Mematut diri sebagai bagian
Dari kemarahan alam atau
Isyarat lain yang belum bisa dipastikan
Juga karena kealpaan kita memahami
Arti berkah dan karunia Tuhan
Yang melimpah sejak pertama kali
Kita menapakkan kaki di sini
Di bumi yang dilimpahi segala ada dan
Segala yang memberikan makna hidup
Namun karena kita kurang
Memahami arti kelimpahan
Lalu dengan ketangkasan
Tangan yang tak tertandingkan
Yang dibarengi deraan rasa
Ingin memiliki segala yang ada
Baik yang terjangkau maupun yang
Tak terjangkau kita rebahkan
Menjadi puing-puing kecil
Yang menggambarkan sebuah kehancuran
Yang tak bisa didandangi lagi
Sebagai kehijauan yang meneduhkan
Sanubari alam dan sanubari
Yang menyadari bahwa badai
Sudah berada di tapak paling
Dekat dalam arti kerisauan namun
Hati kita menyadari bahwa keakanan
Tak pernah lepas dari harapan
Sampai akhir dari semua perjalanan
*


Kau Memang Pemuda Don Quixote

Kau memang pemuja Don Quixote
Yang kau anggap sebagai pahlawan
Namun terasing di negeri kau sendiri
Sedang aku pemuja para kalah yang
Tak menderaikan air mata setetes pun
Atau menadahkan tangan minta belaskasihan
Pada para tuan yang bertahta di sebelah lain bumi
Antara Don Quixote dengan para kalah
Tentu terbentang jarak yang tak tertempuh
Dalam membangun harga diri para kalah
Yang tak pernah takluk betapapun didera
Perut yang lapar atau keterbatasan yang
menghunjam.
Aku akui kau dengan Don Quixotemu
Adalah pemenang yang membangga diri
Dalam membangun butir-butir indah
Atas kehidupan di antara deraian air mata
Para miskin. Namun kau berteriak persetan
Dengan para miskin, aku adalah aku pemuja
Don Quixote yang membimbing aku
Dalam melayari dan menikmati kehidupan
Yang kuperoleh dengan merendah dan menadahkan tangan
Inilah aku, teriakmu dengan bangga tanpa peduli
*


Mari Kita Berteduh

Mari kita berteduh di sini, ajakmu
Dalam naungan dan tayangan harapan
Yang selalu bersama kita tatkala
Menata-ulang ketidakpastian yang
Selalu saja menghadang namun
Kita adalah dua kekuatan yang
Selalu berada di tapak paling
Depan dalam menaklukkan segala
Ketidakpastian yang selalu mengatakan
Diri sebagai pemenang
Kau mengingatkan aku tekad kita terpadu
Dalam satu barisan menyatakan
keberadaan kita
Adalah keberadaan sebagai generasi yang
Tak akan melupa bahwa pergantian generasi
Dengan generasi adalah sabda alam
Yang menyadarkan kau dan aku
Dalam posisi mana kita berada
Apakah dalam posisi yang memberi
Arah yang tepat tidak terbelah oleh
Ketidakpedulian yang membawa kita
Ke medan lain yang tak kita kenal
Catatlah kau menantang aku
Ini bukan kerisauan tapi demikianlah
Yang dapat kita lakukan hari ini
Dalam membangun kembali medan-medan
Baru dalam suasana tidak terburai oleh
Tata nilai yang membawa kita saling tak
Sadar akan kelemahan masing-masing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar