Minggu, 29 Maret 2009

Puisi Puisi Isbedy Stiawan ZS

Puisi Puisi Isbedy Stiawan ZS
Jurnal Nasional, Jakarta | Minggu, 22 Feb 2009




Tentang Setangkai Bunga

ia bawakan untukmu serangkai bunga, tapi saat kau terima duri bunga itu
melukai telapak tanganmu. “Aku luka, ini darahnya,” katamu sambil menahan
perih. kau biarkan darah di tanganmu hingga mengering: warnanya tak merah tapi
kecoklatan. apakah ada darah berwarna lain? tak ada pertikaian soal
darah. seperti para pasien yang tak pernah berteriak ketika ingin membeli darah
beharga mahal, atau para pendonor akan ikhlas jika diganti uang: “bagaimana mungkin
gratis, aku perlu sate kambing dan vitamin?” kata para pendonor, setelah sepakat harga ia pun memberi darahnya.

“bahkan untuk sepetak kematian, kau harus bayar…”


05.10.2008




Tentang Kabar Rindu

aku makin mencintaimu. kau yang imut makin menggodaku saat cemberut. setiap
hari kaukabarkan rindu hingga ingin selalu temu. menulis getar waktu. mengukur
luas sepi yang dititipmu jika aku pergi. “esok bawa kembali apa yang kutitip
padamu agar tak layu,” katamu saat aku pamit pulang. kemudian bibirmu melambai,
dan hatiku jadi helai demi helai

1028




Tentang Setahun Pertemuan

setahun usia pertemuan ini, sayang, sudah berapa waktu kita lepas rindu? aku datangi
hari-hari sendirimu. kugambar pantai karena kau meminta. kutulis setiap gerak
ombak sebab rindumu pada laut. kukisahkan padamu indahnya pegunungan dan
mekarnya bakau agar kau setia datang ke tepi pantai

jika aku lupa—tapi aku tak akan pernah alpa—kau akan ingatkan dengan suara
dari mulutmu serupa gemuruh ombak. aku akan datang dan membawamu untuk
menikmati pantai: mengenang ketika pertama kali angin pantai membelai
rambutmu, pipimu, bibirmu…

“aku mau hidup layaknya anak pantai, bersamamu,” bisikmu

tapi prahara dan bencana, tak bisa ikhlas aku mengabulkan mimpimu
hidup di tepi pantai

2007-2008





Tentang Perkawinan

segudang sudah cintaku, tapi belum juga aku dipindahkan ke pelaminan. tinggal
sepi mengiris raguku.

jika setiap pertemuan tak pernah ada akhir, apakah cintaku tak akan beralamat
pada pelaminan?

kau selalu janji, aku terus-terusan menanti!


2008




Tentang Perjamuan

alasan apa aku akan melupakanmu lalu buru persinggahan lain; rumah-rumah
baru, bedeng-bedeng biru. alasan apa aku dapat meninggalkanmu, dan cari lain
paling rindu; tempat-tempat persinggahan yang haru

perjamuan demi perjamuan membuatku tak mampu melupakanmu. setiap yang
tersaji akan selalu membayang wajahmu. telah kucecap lidahmu, tubuhmu yang
daging sudah kugulai sebagai sarden, sate, sop, ataupun gule. “paling tak kusuka
rendang, jadi jangan tanya padaku cara memasaknya,” tukasmu.

lalu alasan apa aku akan meninggalkanmu? kau sudah saji mimpi-mimpiku
pada setiap perjamuan. lalu apa alasanku bisa melupakanmu?

- kau tersaji di setiap perjamuan—pagi, siang, senja, dan malam—yang
kusantap sepenuh lapar


08.10.२००८



by : Arie MP Tamba

Tidak ada komentar:

Posting Komentar