Sajak-Sajak Gus टफ
Koran Tempo, 29 Maret 2009LUBUK KABUT
Gus tf
kaukatakan engkau mampu, memangkas rimbun kabut
di matamu. Cuaca berubah-ubah tak menentu. Segala
bisa tumbuh atau ranggas di dadamu. Segala bisa
hijau atau kemarau di ladangmu. Diam-diam
diam-diam, kukenali ia, sang kabut, yang saban waktu
datang menjumput. Kulihat engkau, entah kapan, riang
menyambut. Seperti tubuh di dasar malam menggigil
butuh selimut. Selimut kabut? Ah, kaukatakan
kaukatakan engkau mampu, melepas jubah kabut dari
tubuhmu. Cuaca berubah-ubah tak menentu. Gerimis
di lain ladang bisa jadi hujan di dadamu. Panas hari
ini bisa jadi kemarau di lain waktu. Diam-diam
diam-diam, kukenali ia, sang kabut, yang saban waktu
datang menjumput. Kulihat engkau, entah kapan, lekas
tengadah. Meninggikan pundak, menaikkan wajah
seperti kubah. Kubah kabut? Ah, kaukatakan
kaukatakan aku mampu, menggantang kabut dari lubukku.
Surabaya, 2006
PETANI
Jika kautanya mauku kini, kujawab: jadi petani. Membalik,
menggembur, mencangkul tanah dalam diri. Kata-kata sudah usai,
rindu dendam telah lerai. Tinggal kini umur, yang ingin kulumur
dengan hijau sayur. Anakku bilang, “Klorofil, Papi. Serat yang
kaya zat antiradang, antioksidan, dan antibakteri.” Hmm,
anakku suka aku jadi petani. Apa lagi? Di kekendoran urat,
sering kurasakan geliat ulat. Di kedalaman daging, acap kudengar
dengkuran cacing. Maka urat-urat harus dibikin liat. Dan daging,
kukira, harus sedikit lebih hening. “Jangan cuma tanam bayam,
Papi, tapi juga alfalfa, brokoli, selada, dan seledri.” Hmm,
anakku kenal banyak jenis sayur. Namun, tahukah ia sayur
yang paling sayur? Sayur yang kumau, anakku, yang bikin doyan
primata dalam diriku, yang bikin tenang serigala dalam lolongku.
“Dan, asam folat, Papi, sangat dibutuhkan buat mencegah cacat
pada susunan syaraf pusat.” Eh, cacat? Hmm, tahu apa
anakku tentang cacat? Dan, asam folat, zat apa pulakah itu
asam folat? Anakku, agaknya, memang lebih tahu ketimbang aku.
“Selain cacat, asam folat juga menekan risiko kanker, mencegah
anemia, penyakit kardiovaskuler. Dan, yang juga penting, Papi,
klorofil membantu fungsi hati. Ha, hati? Cukup, cukup,
kukira, memang, tak penting bagiku yang lain--kecuali hati.
Payakumbuh, 2007
HASRAT
Tubuhmu ditumbuhi ilalang, usia menyibak dan memanjang.
Matamu mencangkul malam, gundah gemilat menolak padam.
Kenanganmu jeruk melisut, lebat pertemuan menyemaki sahut.
Himbaumu sesal tertahan, sayup samar suara menunggu kapan.
Lenganmu menjulur belum, peluk bergelayutan menahan cium.
Igaumu debar meronta, bibir berdenyut ke ujung gemigil kata.
Langkahmu merahang batu, jejak tertumpu tempurung ragu.
Ingatanmu naik gerincing, silam merinding di buluh daging.
Lepas. Lepas saja. Hasratmu lepas hanya bila dahaga.
Yogyakarta, 2007
EMPAT SEJARAH ORDE LUPA
1
Kami orang-orang alpa, berkali-kali lupa, di mana kami berada. Kami juga tak tahu ada benda bernama peta dan tempat tinggal kami bisa dikenali dengan semacam tanda. Tentu kami punya nama, tentu juga punya bahasa, tetapi Anda tahu, nama atau bahasa, kini, satu sama lain cenderung serupa, dan cara mengejanya kadang mirip belaka. Apa yang Anda andalkan bila Anda tak punya cukup ingatan?
2
“Belajarlah membuat catatan,” kaubilang. Tetapi kami juga telah tak paham cara mencatat. Seorang dari kami pernah mencatat, tapi yang ia catat hanya tempat-tempat, alamat-alamat, yang ia salin dari sampul sejumlah surat. Surat yang, Anda tahu, hampir seluruhnya salah alamat. Dan jika pun ada yang benar, selalu kami tak yakin, dan buru-buru berpikir jangan-jangan surat kesasar. Apa yang bisa Anda andalkan, bila Anda, pada kenyataan, tak lagi punya keyakinan?
3
“Soal keyakinan,” kaubilang, “mari kukatakan: justru itu bukanlah soal. Keyakinan tak tumbuh dari kenyataan.” Lalu kau bawa pikiran kami ke gua-gua, undur, surut kembali ke liang-liang purba. Saat kami bilang, Kelam, cepat engkau menukas, Tak semua yang kelam adalah malam. Saat kami bilang, Terang, cepat engkau menukas, Tak semua yang terang adalah siang. Saat kami bilang, Biru, cepat engkau menukas, Tak semua yang biru adalah langit. Tak semua yang kuning adalah kunyit. Tak semua yang warna adalah nama, bukan?
4
Baik. Kami paham kini. Soalnya cuma nama. Dan kami pun memberi nama-nama baru untuk segala yang alpa, segala yang lupa. Dan ya, Anda tahu, dari sinilah kami mulai mencatat, dan sebenarnya, mulai melihat. Betapa benda dan barang-barang lama, setelah dicatat, jadi tampak persis seperti yang kami lihat. Betapa masalah dan halhal lama, setelah betul-betul dilihat, kadang tak lagi perlu dicatat. Betapa kini, Anda bisa ingat, cukup hanya dari cara melihat? Alangkah ganjil, juga sederhana, sejarah lupa menjadi ada. Sejarah yang, beratus-ratus tahun kemudian, seperti hari ini, cucu-cucu kami kembali alpa, kembali lupa.
Payakumbuh, 2007
Gus tf lahir 13 Agustus 1965 di Payakumbuh, Sumatera Barat. Buku puisinya adalah Sangkar Daging (1997) dan Daging Akar (2005).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar