Sajak Anam Khoirul Anam
Kosong
Belum singgah dalam alur ceritamu sepagi itu, kawan!
Kau hanya duduk termenung mengeja warna dan rupa
Dalam hening, laju pikirmu beku pada satu titik absurd
Dalam diam kau hanya berjibaku dengan kebisuan panjang
Sedangkan waktu terus bergulir dalam kepastian rotasinya
Kau pun semakin karam pada alpha dalam mengeja batinmu
Apa yang sedang terjadi padamu sepagi itu, kawan!
Apakah engkau masih membawa risalah getir kemarin itu
Hingga sepagi ini kau masih tampak lesu seolah punah harapan?
Akan kau bawa ke mana kemuraman itu wahai jiwa yang kalut
Apakah kau akan membawa rona sendu itu sepanjang waktu?
Berhentilah mengeluh dan meratapi segala duka lukamu
Sebab itu takkan merubah segala yang kau rasakan
Begegaslah menuju matahari yang akan memberimu cahaya terang
Duduklah kau di hadapannya,
dan kau akan diajari bagaimana memahami hidup
Kelabu pada Dini Hari
Dini hari yang bersepuh kelabu
Bersamaan embun yang berderai
Dedaunan berguguran di atas tanah
Terjilat bias sang surya dari ufuk jauh
Diiringgi suara alam yang enggan naik
Nuansa dini hari itu berupa pucat pasi
Serupa imajiku yang berlumur muram
Dan, wajahku telah sarat dengan kabut
Ku Tulis Pagi Ini dengan Muram
Belum usai segala getir pahit itu
Masih terlalu panjang alur cerita
Yang ingin kutuang dalam romansa
Tentang segala kisah yang terlewati
Sebab luap rasa itu terus berkecamuk
Seolah merajam tiap detak jantungku
Di antara laju napas lelap terjagaku
Belum usai segala kisah itu tereja
Pada lembaran elegi yang dilematis
Aku jatuh bagun tiap pusaran waktu
Secerca harap muram di ambang alpha
Dan, aku limbung pada samar penantian
Yogyakarta, 10 Februari 2009
Aku Dengar Suaramu seperti Angin
Aku dengar suaramu berembus seperti angin berbisik
Sesekali terdengar pula intonasi suaramu teralun merdu
Dan, sesekali terpacu dalam laju gejolak memburu nafsu
Aku dengar suaramu diantara gemerisik suara alam
Sesekali terdengar bercampur dentuman debur ombok
Dan, sesekali terdengar rintihan suaramu di kesunyian
Aku dengar suaramu histeris diantara tangis nan pilu
Sesekali ku dengar gelak suaramu dalam riang canda
Dan, sesekali pula terdengar suaramu merintih mengiba
Aku dengar suaramu seperti angin ketika pagi hantarkan dingin
Sesekali terdengar suaramu lantang diantara terik siang meradang
Dan, sesekali suaramu tercekat diantara gerimis air mata nan sembab
Aku dengar suaramu diam teredam dalam tidur malammu yang sunyat
Sesekali terdengar suaramu dalam igauan tak terjemahkan lewat bahasa
Dan, sesekali suaramu tertuang dalam abjad-abjad bisu sepanjang waktu
Yogyakarta, 31 Januari 2009
Sebuah Pesan Singkat
Kali ini kau kirimkan sebuah pesan untukku yang dirundung pancaroba
Berulang kali pesanmu hanya terbawa angin dan tak menuai balas dariku
Sedangkan kita dalam persoalan yang sama dan kita harus melampauinya
Pesanmu makin membuatku larut dalam kecamuk kebisuan yang panjang
Kini, seluruh rasaku bergemuruh laiknya ombak membentur ngarai karang
Pesanmu hanya terngiang dalam benakku yang kian berat memikul beban
Yogyakarta, 31 Januari 2009
Pagi yang Muram
Pagi ini gerimis datang membawa sekawanan dingin
Cuaca remang susutkan segala percik gairah yang nyala
Segalanya melaju dalam keseluan rupa dan warnawarna
Satu demi satu titik air jatuh dari hamparan langit biru
Kabut tipis hantarkan embun diantara tanah yang basah
Sedangkan angin hilir balik tawarkan aroma kemalasan
Terdengar ayam jantan nyaring berkokok dengan tubuh kuyup
Nun jauh kicau burung mengajak jiwa menari dalam hening
Pagi ini gairah telah menyusut diantara asa yang tumbuh lesu
Yogyakarta, 31 Januari 2009
Last modified: 27/2/09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar