Sajak Matroni el-Moezany
Menangislah Sempuasmu
menangislah sesukamu
biar pagi berawan ini tak menjadi hujan
karena air matamu
banjir-banjir di mana
adalah hasil karya matamu yang seringkali
mengaduh dan menangis karena tak dihiraukan
hingga luka bukanlah luka, tapi
kelembutan yang tertuang dalam jiwa penyair
bukan, itu adalah kata-kata
yang mungkin belum sempat kau lahirkan
sebagai anak kedua dari kelukaanmu
Yogya, 2009
Akankah
akankah malam nanti
kata-kata itu akan lahir kembali
mengisi ruang-ruang kosong dalam benak semesta
di waktu lapar menyakitkan
kekosongan lahir kembali
mengusik malam-malam
entah karena engkau kuiyakan diam dalam diri
atau karena memang manja dan sensual hingga menyibukkan
mata enggan tertidur
mungkin malam itu
terlalu indah kulewatkan
maka, bicaralah padaku
agar senja yang datang nanti
tidak lagi susah melihat langkah di atas rel
dan mata yang tak mau lelap
perkembangan senja
sudah tak lagi cerah
jiwa kita lapar
tingkah kita lapar
rasa kita lapar
kata-kata pun lapar
semuanya lapar
akibat ketidaksejukan ruang-ruang
Yogya, 2009
Ketidakjelasan
engkau bilang siang ini adalah jelas, tapi
mengapa engkau masih ciptakan lubang-lubang pada daun
pergi tanpa ada rasa, tak peduli, padahal kau tahu aku
mengelu tak apa, selain adanya itu sendiri
dimana kau letakkan perasaanmu
hingga jiwamu mati, tanpa rasa
aku pun sadar bahwa
banyak kata kau berkurang dalam merasakan rasa
yang ada hanya ketawa pada luka
Yogya, 2009
Kemungkinan Lain
selalu ada aras hujan memeluk batu
merobek lurusnya daun
ini mungkin
selalu ada arus balik merasakan sedih
melukai malam
ini mungkin
selalu ada kata tumbang
merajai semesta
ini mungkin
selalu ada matahari terbit
memberi makan pada bunga
ini mungkin
selalu ada kita yang luka
tak ada yang memberi rasa
ini kemungkinan lain
selalu ada luka
yang tak sembuh
karena kita
ini kemungkinan lain
selalu ada kata-kata kosong
yang selalu ada di negeri ini
ini kemungkinan nyata
Yogya, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar