Minggu, 29 Maret 2009

Sajak-Sajak Tia Setiadi

Puisi Puisi Tia Setiadi
Jurnal Nasional, Jakarta | Minggu, 22 Mar 2009



JEMBATAN BAMBU KE ARAH HATIMU


i
Jembatan bambu ke arah hatimu,
air kali dibawahnya, mengilau.
Ada wajah langit disitu,
juga wajahmu
wajahku
memecah menyatu
memecah menyatu
dalam riak dan arus yang khusuk.


ii
Seruntun lagu
terulur
dari ufuk
kalb.

terulur
dari ufuk
murung.

terulur
dari ufuk
jauh

terulur…




iii
Hanya kelopak-kelopak bunga baobab
yang tahu kenapa tiba-tiba mataku sembab.


iv
Tapi burung-burung rengganis
kerap singgah dan berhinggapan
di dahan-dahan albasiyah
menggusah gundah
bersiul tentang hidup
yang nikmat dan khidmat
nikmat dan khidmat
bagai senyumanmu.


v
Mendadak buah-buah campedak berjatuhan
suaranya berdeburan, berdebaran seperti mimpiku.


vi
Aku ingin menjadi tupai
yang lincah berloncatan
di gerai-gerai rambutmu
yang hitam bergelombang
bersibakan kerna angin.

Lalu istirah
di kebun anggrek yang bergerumbul
dan semerbak dikeningmu
sembari mengeja harapan
yang berbaris geulis di lengkung alismu

atau terbaring saja
di bulu-bulu halus leher kencanamu
yang gemetaran.


vii
Sepasang bukit
yang padat melancip
adalah keindahan lain lagi
mendakinya mesti dengan kesabaran.
Dan kelak, ‘pabila sampai ditikungan itu
akan kupanjati ramping pohon pinang
dari atasnya bakal nampak tamasya:
parit kecil yang ditepi-tepinya
merimbun semak dan rumpun
gelagah dan perdu

Hm, bolehkah aku mandi disitu?


viii
Seseorang memetik kecapi
setelah melepas capingnya
awan-awan datang lalu hilang
cahya lembayung hibar dikejauhan
ilalang bergoyangan:

Ah! Ah! Ah!

Berapakah jarak
antara bimbang
dan harapan?
antara mimpi
dan kehadiran?

antara kau antara ku?



ix
Nanti, ke dangau ini
bakal ada yang datang
menjemputku.
Barangkali gairah
atau
mungkin maut.
Tapi
di dinding kayu itu
telah kupahat nama
dan lekuk bibirmu
biar kekal
seperti kesepian.


x
Sebab sudah saatnya
aku takjub
pada setandan pisang
yang kuning mengkilap
seperti emas.

Sudah saatnya
aku takjub
pada unggas-unggas
yang girang berenang
di luas telaga.


Sudah saatnya
aku takjub
pada tangan
yang melambai-lambai
sederhana.

Sudah saatnya
aku takluk.


xi
Jembatan bambu ke arah hatimu
akan kusebrangi walau
akankah sampai kesana
akhirnya?
Aku tak tahu.
Aku tak tahu.



: yogya, 2005-२००९



by : Arie MP Tamba

1 komentar: