Kamis, 26 Maret 2009

Sajak Sajak Abdul Khafi Syatra

SUARA PEMBARUAN DAILY, Last modified: 20/2/09

Sajak Abdul Khafi Syatra



karena dirimu adalah sepi

salahkah ketika bayang-bayang itu datang

kubiarkan liar?

kemudian kuhempaskan pada karang

mengakar

karena dirimu adalah malam

sunyi aku

karena dirimu adalah sepi

tak kuasa aku

dan kubiarkan melebur bersama debur ombak

2008

hujan telah tiba

musim hujan telah tiba

pohon-pohon kembali meranggas memadati dunia pikiranku

bau tanah menjadi parfum alami

pada mereka yang di bawah jembatan

atau mereka yang di lantai keramik

bahkan angin membuat dunia terlelap

kita tinggalkan bersama sampai tak tersisa bau

kemarau

hanya mungkin bekas luka memar

pada lapat-lapat hujan yang bisa kita tangkap

sebagai kenangan

kita tinggalkan tandus di atas cangkul

dan timba kita kembalikan ke barak

apa yang hendak kita nanti di musim ini?

sebuah musim yang basah

hari yang becek

alam selalu gelap

dan cucian-cucian kita berbau amis

apa yang kita banggakan dengan musim ini?

musim yang sudah biasa

rumah-rumah tenggelam

ribuan jiwa terlantar

apa yang bisa kita kembalikan?

alam telah mampet dengan sampah

rumah-rumah berbau busuk

mungkinkah semuanya kita tusukkan pada langit yang diam

pada kemungkinan yang patah

atau kita biarkan saja tenggelam dengan nasifnya sendiri?

2008

kau telanjang di balik kata-kata

- Andes

suara desir lirih kau menangis

kian keras menghantam dadaku

sesak- begitu sesak aku merasakan

hadirnya

gemericik air matamu

terasa begitu keras menekan denyut nadiku

tak sampai tanganku berirama

di kedua matamu

karena kau terlalu jauh

kabar yang kutanya

tak mampu kau jawab sempurna

hanya patahan napasmu kuberi makna

angin lewat dari jenjela

berdengung memecahkan kacamata masa laluku

kemudian kepalaku terbenam

pada tumpukan persoalan yang nyata-nyata

membuatmu sakit

kata-kata itu mengelupas dari dinding kamarku

hingga aku hanya bisa mengantarkanmu

sampai dipersimpangan

lalu kubiarkan kau liar

menjadi gelandangan kesakitan

2008

catatan hari

di hari pertama;

dengan kalimat sunyi kau tusuk aku

hingga dinding hatiku retak

berdarah

menyumbat pikiran hingga tersesat

di hari kedua;

kau hanya diam

dengan seribu kebisuan

aku masih tersesat

dan tak menyangka dapat menemuimu

berpangku kata

di hari ketiga;

wajahmu tak lagi tampak

namun bekasnya masih membayangiku

kemudian kutulis kembali kalimat sunyi itu

pada jarum jam

untuk menggilingnya menjadi kenangan

di hari keempat;

detik paling sempurna aku sendiri

tak kusangka

kalimat sunyi itu menikamku lebih keras

2008


Tidak ada komentar:

Posting Komentar