Kamis, 26 Maret 2009

Sajak Sajak Sunlie Thomas Alexander

Sajak Sajak Sunlie Thomas Alexander

Kompas, Minggu, 1 Maret 2009 | 01:39 WIB


Belinyu

carilah pada dahiku yang kau lukai,

kerinduan para leluhur berbaju belacu

yang tak temukan jalan pulang

ke guci guci abu dan aroma gaharu

hingga bersilang bayangan, berbelit silsilah

pada batang batang pohon dan bebatu,

gubuk gubuk miring dan bagan di laut jemu

menjelma sebelah kaos kaki

usang dan bau

sebagai anak yatim yang terjebak

di palang pintu, aku mengadu

pada peruntungan mata dadu;

oh, kian berlumut batu batu!

kulihat mata arwah waktu

yang membara di tepi teluk kelabu,

sayu terbuai merdu dendang melayu

sampai berkali dilukai lagi

kenangan kanakku yang lugu

merah darah ibu kelewat pekat

menyusuri nadiku,

mengental di dahi (oh, di hati!)

serupa gelombang laut

yang mengantarkan sesajen basi

ke meja meja pemujaanmu

maka kaos kaki usang kukantong di saku

setelah sia sia lekatkan nama di guci abu

tapi kau terus mengintai warna mataku

dan menjarah doa keluh

di sepanjang ingatanku

hingga pada tiap ngungun kepulangan

mesti kubangun kerinduan yang tabu

di lengang jalanmu

Bangka-Yogyakarta, 2008

Sunlie Thomas Alexander

Elegi Kuli Tambang

liu ngie

aku tak sedang mencatat

warna ajalmu, karena

tak pernah tiba waktu ruwat

untuk mataku

yang terhujam mata pacul

di parit parit tambang

selokan selokan tergarit

seperti masa depan yang kau nujum

dan menjelma nasib buruk bagi pepohonan

ah, lihatlah tanganku yang tersayat

meraba cerita kelam pelayaran

dalam perih tubuhku, di mana jejak

darahmu yang mengering

jadi bentangan peta baru

tak hanya pasir timah

yang bocor dari pecah papan sakan

tapi juga doa dari hatimu yang rawan,

masih menetes di tiap pendulangan

hingga pohon pohon yang hilang

berganti tiang gantungan!

aku sedang tak melawat kematianmu…

walau dari biji matamu yang menyala

pada luka mataku, terus terkenang

gemuruh parit dan kabar pemberontakan

karena begitulah riwayatmu

yang diabaikan takdir;

tak pernah berhenti

mengayak pasir nasibku

di anyir penambangan yang

menjelma kampung halaman

Belinyu-Yogyakarta, 2008

Sakan: talang panjang dari papan untuk mengalirkan pasir timah ke dulang


Sunlie Thomas Alexander lahir di Belinyu, Pulau Bangka, 7 Juni 1977. Belajar Seni Rupa di Institut Seni Indonesia dan Teologi-Filsafat di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta; sembari bergiat di Komunitas Rumahlebah dan Komunitas Ladang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar