Kamis, 26 Maret 2009

Sajak Sajak Bernard SY Batubara

Sajak Sajak Bernard SY Batubara

Kompas, Minggu, 1 Maret 2009 | 01:39 WIB

Kakiku, Kaki Puisi


kakiku, kaki kembara

kakiku waktu yang baka

puisi di ujung duri, jariku merindu luka

(2008)


Solilokui Puisi

benarkah tak ada halaman kosong bagi puisi yang ingin ditulis dengan rasa gembira?

apakah puisi yang lahir dari jari yang luka saja yang bisa diterima?

lalu bagaimana dengan puisi yang lahir dari jari yang luka tapi ditulis dengan rasa gembira?

apa pula yang terjadi dengan puisi gembira yang lahir dari jiwa yang luka?

bagaimana menilai puisi itu puisi luka atau puisi gembira?

yakinkah seseorang, ia sedang benar-benar terluka saat menulis puisi agar puisi ia diterima?

siapa yang pantas menerima puisi?

siapa yang pantas diterima puisi?

(2008)


Mol

rendah, rendahkan o belahan jari, pagi

sudah tak tahan bermimpi, embun, o

biarkan dia yang melanjutkan nada

berikutnya, sebab bunyi pada waktu ini

sudah tak sama, bapa ada

di surga, kenapa tak kita juga?

rendah, o rendahkan lagi bunyi ini, di

beranda rumah sepasang kursi, hai sangkar

burung yang telah ditinggal pergi, biarkan,

biarkan mereka yang melanjutkan mencari,

sebab luka pada waktu ini sudah tak lagi,

kenapa tak kita Mati?

(2009)


Kres

waktu telah memainkan luka, hingga ke nada

yang lebih tinggi, dawai menyimpan mimpi,

denting menanam rindu entah di petik yang

mana, ah, langit telah menyala..

suara tak lagi, ada bisik yang lebih

lengking, napas begitu kering, apa yang

bunyi terdengar begitu api, di sini

jemari membakar, ah, teriak telah berkobar!

(2009)


Bar

betapa kita hanyalah tubuh yang runtuh, o ruang

yang mengarung nada-nada, tanda-tanda, o

duka yang terselip di setiap jeda, o tuah

yang mengalir di belahan lagu, romansa

bunyi masa lalu, aroma sedap malam dari laut

mati dalam simfonimu membawa maut, o jemari

yang lihai melantun luka, menatah luka,

menyusun luka, o tubuh yang runtuh,

betapa kita hanya ruang yang rubuh, ruang yang rubuh..

(2009)


Fret

ini, gurat jariku di lehermu, begitu panjang

dari ujung yang lebar hingga pangkal

yang sempit, berbekas, o, sekali lagi

kusentuh ya, maaf, lagu ini belum juga

selesai, o, petak nada yang serak, sampaikan

pesan paling lengking ke gendang telinga

beliau, biar dia mendengarnya sebagai

desing peluru, jangan menikung, petak

nada yang serak, o, berikan aku satu-dua

bunyi yang paling pekik, sampaikan pula

pada beliau, biar dia mendengarnya sebagai

jerit ibu

(2009)


Bernard SY Batubara lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, 9 Juli 1989. Kuliah di Jurusan Teknik Informatika, Universitas Islam Indonesia. Bergiat sebagai staf redaksi di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Profesi. Sajak-sajaknya dimuat di sejumlah situs internet sastra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar